Memerangi Tabiat Busuk (Korupsi dalam Perspektif Islam)
Judul
Buku :
PRIBUMISASI AL-QURAN: Tafsir Berwawasan Keindonesiaan
Penulis : M. Nur Kholis Setiawan
Penerbit
: Kaukaba, Yogyakarta
Cetakan
: I Mei 2012
Halaman
: x+250
Peresensi : Aniatul Muzdalifah
Korupsi adalah tabiat busuk, bencana besar, melebihi
Tsunami. Karena efek korupsi yang kontinu. Tidak hanya itu, korupsi juga merupakan suatu ancaman.
Indonesia senang kongkalikong dalam rantai korupsi, sementara
rakyat tenggelam dalam kawah kemiskinan. Bukti ini menunjukkan percaturan politik yang semakin tidak sehat, dan banyaknya penyelewengan
dana dari kota hinga pelosok desa. Modus kelemahan pemerintah ini menelorkan
disorientasi dalam merealisasikan
dua tujuan besar kehidupan bangsa, yaitu damai (peace) dan sejahtera (prosperaty).
Dari itu, hendaknya kita tahu apa itu korupsi?
Dalam The Lexion Webster Dictionery,
kata korupsi berasal dari bahasa latin, Corrupti atau Corruptus,
secara etimologi berarti kebusukan, kebejatan, tidak jujur, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang menghina atau menfitnah.
Dari bahasa latin itulah turun ke berbagi bahasa
Eropa, seperti Inggris: Corruption, Corrupt; Perancis: Corruption,
dan Belanda: Corruptie. Sangat dimungkinkan dari bahasa Belanda inilah
menjadi kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Secara terminologi, korupsi adalah
ajakan dari seorang pejabat politik dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak
semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran petugas (kamus lengkap Webster’s
Third New Imternational Dictinary).
Dari itu, buku Pribumisasi
Alquran: Tafsir Berwawasan Keindonesiaan ini menjelentrehkan faktor-faktor
korupsi terjadi, yaitu politik, ekonomi, dan budaya (hal.159). Semuanya
bermuara pada kekuasaan yang dipraktikkan dengan penyelewengan-penyelewengan.
Baik dalam bentuk penyimpangan fungsi birokrasi atau pun dana. Sehingga, tak
jarang kita temukan praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Padahal, tindakan korupsi termasuk kategori exstraordinary
crime atau tindakan pidana luar biasa. Karena hal tersebut mempunyai efek
negatif yang dahsyat, yaitu: inefisiensi, distribusi yag tidak merata, menjadi
perangsang (insentif) pada arah yang tidak produktif, secara politik alienasi,
sinisme masyarakat dan ketidakstabilan politik (Setiawan: 2012). Maka, semua elemen dan segenap potensi yang ada hendaknya dikerahkan
untuk melawan perilaku korup ini. Dalam Islam, ini adalah jihad. Jihad bukan
hanya melawan perang fi sabilillah melainkan memberantas tindakan
korupsi yang berdampak negatif luar biasa adalah juga jihad.
Kita tahu bahwa hukum Islam diisyaratakan oleh Allah demi
kemaslahatan umat dengan beberapa tujuan, yaitu: untuk menjaga jiwa, agama,
akal, keturunan, dan harta benda. Pada poin terakhir, hendaknya menjaga harta
benda dari pemindahan hak milik dengan cara yang tidak sah. Dalam hal ini
korupsi adalah tindakan yang tidak sesuai dengan hukum yang benar. Oleh sebab
itu korupsi dalam islam adalah diharamkan.
Dalam buku ini pula dijelaskan, teks keagamaan tidak secara eksplisit menyebutkan kata korupsi melainkan diskripsi
tabiat manusia yang cenderung terhipnotis oleh gemerlap dunia yang fana ini.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ibrahim ayat 3, “(Yaitu) orang-orang
yang lebih menyukai kehidupan duniawi dari pada kehidupan akhirat, dan
menghalang-hanlangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan
Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.” Ayat-ayat
yang senada dengan ini adalah QS. Ali ‘Imran ayat 14, QS. al-Nahl ayat 107, dan
QS. al-Insan ayat 27.
Media massa
memberitakan
bahwa pejabat eselon adalah pihak yang paling banyak melakukan tindak pidana.
Komesi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mengenai para pelaku korupsi yang
telah terpidana mulai 2004-2011 adalah sebanyak 91 orang. Padahal jumlah pada
pejabat cuma sedikit, 285 orang. Di antaranya pejabat eselon I, II, dan III.
Ini menunjukkan kecondongan manusia
pada kekayaan dunia semata tidak diimbangi dengan nilai moral yang benar. Berkenaan
dengan tabiat busuk ini, QS. Al-Ma’arij ayat 18-19 menjelaskan, yang artinya: “Serta
mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya. Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh lagi kikir.” Maka, memerangi tabiat busuk (korupsi) adalah
kewajiban setiap elemen atau umat yang memiliki potensi untuk memberantasnya.
Perlu kita tahu pula, M. Nur Kholis Setiawan dalam buku Pribumisasi
Alquran ini tidak hanya membahas hal ihwal korupsi, tapi juga seputar
keluarga dan rumah tangga, pelbagai persoalan sosial, kehidupan berbangsa dan
bernegara, pelbagai persoalan kekinian, tantangan idealitas, lokalisasi
perjudian dan prostitusi, serta ummatan wasatan dan masa depan kemanusiaan.
Tema-tema yang dikaji oleh penulis menempatkan buku ini sebagai referensi hidup
yang lebih bermakna. Karena, tafsir Alquran berwawasan keindonesiaan
benar-benar ter-cover dalam buku ini.
Maka, memerangi tabiat busuk bukan
tugas eksternal semata tapi adalah lebih pada tugas pribadi, yang harus dimulai
dari diri sendiri. Puncaknya, tujujan hidup peace dan prosperaty
yang mewarnai sirkulasi kehidupan ini.
*Mahasiswi
semester II prodi TI
0 komentar: