Nasib Tuhan di Zaman Edan
GOD is Death, demikian ungkapan Friedrich Nietzsche untuk mengabsolutkan
diri manusia atas dirinya sendiri. Menurut Nietzsche, kendali kehidupan manusia
ada pada manusia itu sendiri.
Manusia tidak akan
bergantung kepada apa pun dan siapa pun (bahkan bukan kepada Tuhan), kecuali kepada
dirinya sendiri. Secara ekstrem Nietzsche menegaskan bahwa bila Tuhan tidak segera
mati, kita harus membunuhnya.
Takketinggalan,
Sigmund Freud turutma menafikkan keeksistensian Tuhan dalam kehidupan dengan mengibaratkan
kepercayaan kepada Tuhan sebagai sebuah ilusi anak kecil yang haus akan kasih sayang,
perlindungan, keadilan yang diberikan oleh
ayahnya. Karena itu, Freud menyarankan anak manusia yang sudah matang dan dewasa
haruslah melepaskan kepercayaan kepada tuhan seperti meninggalkan ketergantungan
kepada orang tua setelah mampu berfikir rasional.
Pandangan
Nietzsche dan Freud tersebut hanyalah setetes dari berbagai pendapat serupa. Ada
sederet nama lain yang berpandangan serupa. Ludwig Feuerbach (seorang filsuf Jerman),
dengan “Tuhan hanyalah sebuah proyeksi dari manusia”-nya, Jean-Paul Sartre
mengajak untuk menyangkal Tuhan, meski Tuhan ada dan eksis.Albert Camus juga mengajak
menyangkal adanya Tuhan untuk mencurahkan segala kasihsayang dan kepedulian kepada
umat manusia, sehingga tidak ada lagi kepedulian yang hanya bersifat persial kepada
sesame.Di era sekarang beberapa pendapat diatas mendapat energy baru dari
Richard Dawkin, Christopher Hitchens, maupun Sam Haris.
Bila dikaji secara
mendalam, munculnya berbagai pandangan untuk mendegradasi Tuhan dari pentas kehidupan
manusia tidak dapat dipisahkan dari pengabsolutan posisi rasionalitas ilmiah
manusi yang di jadikan satu-satunya alat ukur kebenaran. padahal, dalam agama, ada
banyak kebenaran yang tidak dapat dijangkau oleh rasionalitas ilmiah manusia.
Tetapi, hanya mampu didekati melalui pendekatan meta rasional, atau melalui matabatin.
Pada era
kontemporer ini tidak jarang di jumpai manusian yang menyatakan tidak butuh Tuhan.
Perkembangan tekhnologi yang revolusioner dan massif mampu menjadikan manusia sebagai ‘tuhan’ atas dirinya
sendiri. Segala kebutuhan hidup materialnya mampu dipenuhi secara sempurna tanpa
campurtangan Tuhan. Mereka pun merasa telah sukses untuk menciptakan surga bagi
kebahagiaan dirinya, meski tak disadari itu hanyalah semu belaka.
Persoalannya, di
sisi lain dengan berbagai ragam upaya ‘pembunuhan’ terhadap Tuhan. Muncul reaksi
balik dari orang-orang yang mengklaim sebagai “pembelaTuhan” dan sebagai
“TentaraTuhan”.
Mereka ini adalah sekelompok
orang yang mengalami ketakutan yang sedang mengalami kecemasan luarbiasa karena
merasa Tuhan berada dalam ancama serius, yaitu akan benar-benar mati dibunuh oleh kaum ateis
materialis. Inilah yang menurut Karen Amstrong dapat dikatagorikan sebagai kaum
fundementalisme, yaitu orang-orang kerap mendistorsi tradisi yang ada dalam
agama dan sangat selektif dalam membaca ayat-ayat kitap suci yang membenarkan kekerasan
dan permusuhan bagi umat yang berbeda keyakinan (hlm 470).
0 komentar: